Barong Ket ini oleh masyarakat setempat dianggap sebagai pelindung dan penyelamat, mengingat adanya malapetaka yang sering terjadi dimana sumbernya dari kekuatan alam di luar alam manusia, Untuk maksud ini Barong Ket di Jumpai sangat di keramatkan dan selalu di tarikan dalam peristiwa seperti : mengiringi upacara
Menurut istilah yang di pakai oleh masyarakat Desa Jumpai adalah ‘ngjengin wali’ yang di maksud ialah mengikuti upacara di suatu Pura. Yang di ikuti secara tetap yaitu setiap wali di Pura Dalem Kekeran Pura Segara, Pura Desa, Pura Taman Sari dan Pura penataran Cangkring. Kelima Pura ini berada di lingkungan Desa Jumpai adapun Jalannya upacara sebagai berikut:
Ratu Gde Lingsir dan Ratu Gde Anom serta Ratu Ayu (Rangda) dengan pengiringnya di usung dari Pura Penyimpenan menuju Pura di mana Wali sedang di laksanakan. Setibanya di jaba tengah, di sambut dengan upacara ‘pemendak’ yang dilakukan oleh Para Pemangku. Setelah upacara ini selesai maka Ratu Gde pekalihan, Ratu Ayu serta pengiring lainnya di ‘linggihang’ di suatu bale dan di sertai sesajen. Selanjutnya persiapan dan pertunjukan di mulai mengawali persembahyangan.
1. Malelancaran/ Malelungan
Salah satu acara pertunjukan dinamai ‘Pamahayun Desa’; yang berarti penyelamat desa. “dalam hal ini di tunjukan untuk menolak adanya bahaya yang sifatnya tidak kelihatan dari roh-roh jahat menurut kepercayaan berupa leak, desti, kala dengen, dan lain sebagainya, yang mengganggu manusia dengan cara ilmu hitam. Demikian pula sehubungan dengan letak desa Jumpai di pinggir pantai yang berhadapan dengan Nusa Penida, di mana telah menjadi suatu legenda kepercayaan setempat bersemayamnya Ratu Gde Mocaling sebagai Raja ‘Gerubug’, setiap tahun pada bulan Maret ( sasih Kesanga Bali ) memerintahkan ‘ rencangya’ berupa ‘ bala samar’ untuk mencari santapan ke Bali yang mengakibatkan wabah penyakit (gerubug )”
Untuk maksud menghindari mala petaka ini, maka di adakan acara ‘Pemahayun Desa’ dengan jalan Barong Ket ‘masolah’ (malelungan) setiap lima belas hari di waktu hari ‘Kajeng Keliwon Bertempat di parapatan desa waktu senja hari di hadiri oleh seluruh warga desa.
DI pilihnya parapatan sebagai tempat pertunjukan untuk acara ‘Pamahayun Desa’ menurut Ida Pedanda Gde Geria Lukluk “Di ambil dari ajaran ‘Kanda Empat’ yaitu empat saudara yang berada di empat penjuru angina, masing-masing Anggapati di timur, Merajapati di selatan, Banaspati di barat, Banaspati Raja di utara. Dalam hal ini Barong Ket di anggap sebagai perwujudannya Banaspati Raja seolah-olah mengajak saudara-saudaranya untuk bersama-sama menjaga keselamatan desa.”
Di samping fungsi khusus itu, sebagaimana halnya di laksanakan oleh Tari Barong Ket di lain desa pada umumnya, Barong Ket di Jumpai pun melaksanakan ‘Malelungan’ atau Malelancaran sepanjang hari raya Galungan dan Kuningan sampai Buda Keliwon Pegat Uwakan, dalam tugas simbolis sebagai pelindung ummat manusia dari gangguan Sang Kala Tiga.
2. Ceritra
Dasar ceritranya yang di ambil dalam pementasan Tari Barong Ket di Jumpai menurut penjelasasn dari Bapak Ketut Rinda adalah sebagai berikut :
“Dewi Durga setelah kasupat oleh Sahadewa kembali ke sorga sebagai Dewi Uma mendampingi Betara Siwa ‘Carmenya’ (kulitnya ) telah di tinggalkan tertinggal di Dunia ‘marcapada’. Oleh Betara Brahma ‘carma’ ini di ‘geseng’ kemudian di pasupati lalu menjelma menjadi empat saudara dengan masing-masing kewajiban
Di ceritakan Betara Siwa sedang gering untuk pengobatan di suruhnya Dewi Uma mencari ramuan dengan cara menanyakan kepada setiap pohon kayu nama dan kegunaan dibidang pengobatan. Dewi Uma menugaskan pekerjaan ini kepada Kalika, tugas mana di laksanakan dengan segera meneliti setiap pohon kayu: di ketemuinya sebatang pohon kepuh rangdu; Kalika menanyakan nama dan kegunaannya, namun setelah berkali-kali di Tanya pohon tersebut tetap membungkam, hal ini menimbulkan amarahnya Kalika lalu menyerang pohon tersebut, tiba-tiba dari dalam pohon keluar Banaspati Raja berwujud Barong Ket, yang tadinya sedang tidur di serang oleh Kalika, dengan sangat garang kemudian berbalik menyerang Kalika sehingga Kalika kalah kemudian mengadu kehadapan Dewi Uma. Dengan berwujud Rangda Dewi Uma menemui Banaspati Raja kemudian terjadi pertengkaran, namun selama pertengkaran Banaspati Raja tidak berani berpapasan mata terhadap Dewi Uma (Durga) karena ia adalah penjelmaan dari ‘carmenya’ Durga. Akhirnya Dewi uma mengetahui hal tersebut lalu menghadiahkan suatu ‘ganjaran’ kepada Banaspati Raja (dalam pertunjukan di Jumpai di peragakan Rangda menyuapkan kain putih kemulut Barong) Melihat Dewi durga menghadiahkan ganjaran, anak buah Dewi Durga merasa iri, namun takut memohonnya meyebabkan mereka rebut dan memukul – mukul dirinya. Kemudian Dewi Durga memberi tetadahan. (dalam pertunjukan di Jumpai di peragakan daratan sedang kesurupan, di beri labaan anak ayam, arak, tuak dan sebaginya
3. Struktur Pementasan
Pertama, diawali dengan tabuh pembukaan yaitu Tabuh telu Bebarongan dan Tabuh Kawitan Bebarongan.
Kedua, muncul empat orang sandaran manis disusul oleh telek sandaran manis.
Ketiga, tampil empat sandaran keras disusul oleh telek sandaran keras. Sandaran keras juga disebut penamprat, selanjutnya menggiringsandaran manis masuk kedalam.
Keempat, muncul tari jauk menari sampai selesai.
Kelima, Barong Ket menari disusul bojog kemudian disusul lagi oleh bebondresan,
Keenam, Kalika memperagakan sesuai dengan cerita, karena kalah melawan Barong maka ia memanggil-manggil Rangda.
Ketujuh, Rangda bertarung dengan Barong. Punggalan Barong selalu tidak berpapasan dengan Rangda tetapi agak miring kesamping, kemudian Rangda memasukkan sehelai kain putih kemulut Barong.
Kedelapan, Para pengunying (daratan) menjerit kerauhan, para pemangku memberika labaan berupa anak ayam, arak, tuak dll
Kesembilan, Para pemangku menyajikan sesajen ‘pemelepeh’ serta memercikkan air suci kepada Barong Ket, Rangda dan para daratan, suasana yang tadinya hiruk pikuk menjadi tenang, Barong Ket dan Rangda kembali pada linggih semula, pertnjukan selesai.
4. Wujud Barong
Bentuk atau wujud barong terdiri dari dua bagian yaitu : Punggalan atau parerai, pareraga dan hiasan dengan masing-masing bagian-bagiannya sebagai berikkut :
Hiasan-hiasan terdiri dari :
Para penarinya berbusana fcelana berwarna putih bergaris-garis merah dan hituam pada pergelangan kakinya berhias bulu dan bergelang gongseng