Di dalam lontar Barong Swari disinggung keberadaan tari Barong. Diceritakan bahwa Bhatari Uma dikutuk oleh Bhatara Guru (Siwa) untuk turun ke bumi menjadi Dewi Durga yang melakukan yoga. Saat melakukan yoga menghadap ke utara akan menciptakan “Gering Lumintu”. Saat beryoga menghadap ke barat menimbulkan ”Gering Hamanouh”. Saat beryoga menghadap selatan menimbulkan “Gering Rug Buana”. Sedangkan saat beliau beryoga menghadap ke timur menimbulkan “Gering Ngutah Bayar” (muntah berak).
Demikian para Bhuta Kala bergembira dan pesta pora dengan timbulnya bermacam-macam penyakit tersebut, yang mana menyebabkan umat manusia terancam bahaya. Hal ini akhirnya menimbulkan belas kasihan Sang Hyang Tri Murti lalu beliau turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran. Bhatara Brahma turun ke dunia dengan berwujud topeng bang, Bhatara Wisnu dengan berwujud telek, Bhatara Iswara dengan berwujud Barong. Beliau bersama-sama ngeruat (menyucikan) bumi dalam bentuk ngelawang yang mana Topeng Bang, Telek dan Barong ini menari dari pintu rumah yang lain sehingga larilah para Bhuta Kala dan segala macam penyakit lainnya.
Tari Telek merupakan kesenian tradisional yang diperkirakan mulai berkembang sekitar tahun 1935 sampai sekarang. Tari ini dijadikan sebagai pelengkap upacara keagamaan di pura-pura lingkungan masyarakat Jumpai. Tari Telek ini pun mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keberadaan Barong Ket dalam pementasannya. Keberadaan Topeng Telek di desa Jumpai ini menjadi sebuah warisan turun temurun dari para masyarakat sebelumnya di Desa Jumpai.
Tari ini dipentaskan setiap lima belas hari sekali, yaitu setiap Kajeng Kliwon dan piodalan di pura-pura yang ada di Desa Jumpai. Ketika Tari ini tidak ditarikan di waktu-waktu tersebut dipercaya akan terjadi mala petaka seperti adanya wabah penyakit bahkan dapat menyebabkan kematian. Akibat hal itu masyarakat Desa Jumpai menyepakati bahwa tarian tersebut harus terus ditarikan diwaktu-waktu tersebut. Semenjak kesepakatan tersebut dibuat angka kematian menjadi berkurang.
Perkembangan selanjutnya, tarian ini tidak hanya di pentaskan dilingkungan Desa Jumpai melainkan juga dipentaskan ditempat lain asalkan tempat tersebut memungkinkan. Jika Tari Telek dipentaskan bersama dengan Barong Ket, maka harus memakai kalangan (panggung) karena barong tersebut dikeramatkan oleh masyarakat Jumpai.
Cerita yang melatar belakangi mengenai tarian ini adalah saat Bhatara Siwa berpura-pura sakit untuk menguji kesetiaan dari saktinya, yaitu Bhatara Giri Putri. Penyakit yang diderita Bhatara Siwa hanya bisa disembuhkan dengan susu Lembu. Maka diutuslah Bhatari Giri Putri turun ke bumi untuk mencari susu lembu, lalu bertemulah Bhatara Giri Putri dengan pengembala lembu. Si pengembala akan memberikan susu lembu tersebut dengan syarat Bhatara Giri Putri harus mau menerima cinta dari Si Pengembala. Dengan berat hati Bhatara Giri Putri menerima syarat tersebut agar ia mendapat susu lembu untuk obat Bhatara Siwa.
Setelah air susu lembu didapat lalu dihaturkan kepada Bhatara Siwa. Namun, sebelum itu Bhatara Siwa ingin menguji kesucian dari air susu lembu tersebut dengan cara memasang nujum yang dilakukan oleh Bhatara Gana. Saat itulah terungkap bahwa air susu itu didapat dengan mengorbankan dirinya (berbuat serong) dengan si pengembala lembu. Seketika, Bhatara Giri Putri marah besar dan membakar lontar nujum tersebut. Kemudian Bhatara Siwa mengutuknya menjadi Dewi Durga dan tinggal di kuburan bernama Setra Ganda Mayu dengan hambanya bernama Kalika.
Sang Hyang Kumara merupakan anak dari Bhatra Giri Putri yang saat itu masih kecil menangis terus-menerus karena ditinggal Ibunya. Maka Bhatara Siwa mengutus Sang Hyang Tiga untuk mencari Ibunya ke bumi. Pertama, turunlah Sang Hyang Iswara dengan berubah wujud menjadi Telek yang menyebar ke empat penjuru. Kedua, turunlah sang Hyang Brahma yang berubah wujud menjadi Jauk Penamprat. Ketiga turunlah Sang Wisnu yang berubah wujud menjadi Banaspati Raja (barong).
Singkat cerita, karena berdekatan dengan setra Ganda Mayu maka beliau melihat keberadaan Kalika yang sedang bersemedi. Kalika dibuat marah karena semedinya diganggu sehingga terjadilah perkelahian antara Kalika dengan Barong. Kalika yang kalah berlari ke Bhatari Durga untuk melapor dan meminta pertolongan. Saat itu Durga sedang berwujud Rangda dan akhirnya terjadi pertarungan antara Rangda dan Barong yang mana kemenangan ada ditangan Durga dalam wujud Rangda. Setelah peperangan tersebut terjadi percakapan antara Rangda dan Barong hingga akhirnya mereka saling mengetahui diri masing-masing yang ternyata sedang menjelma menjadi wujud lain. Cerita ini sampai sekarang digunakan menjadi dasar dari keberadaan Tari Telek.
Tari Bali pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan fungsinya, yaitu:
Dari uraian di atas maka Tari Telek memiliki fungsi sebagai seni tari bebali karena tarian ini dipentaskan pada waktu upacara piodalan atau upacara-upacara agama di Pura. Pertunjukan Tari Telek setiap upacara di pura tidak harus dipentaskan karena tarian ini hanya sebagai pengiring upacara di Pura.